Minggu, 19 Juli 2009

Takut dengan Antusiasme



Di pinggir jalan.


Ada seorang teman yang sebenarnya terlihat sangat bahagia sekali. Terlepas dari semua beban yang ada dikepalanya, ia terlihat begitu bersemangat. Apa yang membuatnya begitu bersemangat? Hingga saat saya berkesempatan untuk sekadar sharing dengan dia barulah ia bercerita panjang lebar. Semua berawal dari ketertarikan dirinya terhadap pekerjaannya. "Saya benar-benar begitu tertarik dengan bidang yang saya geluti saat ini, begitu dinamis dan sangat menantang," jelasnya.

Senang mendengar kalimat tersebut keluar dari mulutnya, pria yang biasanya lebih banyak diam, dan sibuk dengan carut-marut kesibukannya dengan garis lengkung yang bukan hadir di bibirnya sebagai senyuman. Namun garis lengkung di dahinya yang selalu membuat wajahnya tampak seperti orang bingung. Benar saja, hampir sepanjang pembicaraan dia begitu antusias mengeluarkan teori-teori baru dan cukup menarik, meski dia tidak terlalu yakin karena memang ini masih terlalu baru juga baginya.

Namun yang membuat saya tambah kagum adalah keputusannya yang begitu cepat juga untuk mengakhiri ketertarikannya ini. Dalam hitungan menit dia menjelaskan dua tema yang sama sekali jauh berbeda dengan intonasi yang sama-sama begitu tinggi. "Saya merasa harus segera menghentikan antusiame ini dalam waktu dekat, ingin sekali membunuh antusiasme ini, dan kembali ke manusia biasa yang jauh dari obsesi dan tantangan," tambahnya.

Menurut hemat saya, apa yang dijelaskannya ini sukar saya cerna. Seseorang yang begitu menyukai profesinya ini malah takut dengan antusiasmenya sendiri. "Bayangkan saat saya berada di rumah, di depan anak dan istri saya sendiri, yang ada di kepala ini hanya challenge, and how to make effective strategy for my job! lebih baik saya bikin tambak ikan di laut hahaha..." ucapnya sembari tertawa yang kemudian diiringi seruputan teh tubruk hangat di warung Mas Agus di pinggir jalan raya Solo-Jogja malam itu.

Ketakutan teman saya itu memang masuk akal, terkadang keinginan yang terlalu berlebihan atau yang teman saya selalu bilang Kehausan akan Ilmu bisa jadi bumerang bagi kepalanya sendiri. Hingga meski hanya sebatas guyonan, dia mau melepaskan apa yang ada padanya untuk menjadi seorang petani tambak yang begitu jauh dari bidang pekerjaannya selama ini.

Meski telah berulang kali saya pikir memang cukup masuk akal, tapi sekali lagi sulit untuk mencernanya. Kenapa dia bisa berpikir seperti itu, apakah karena dia tidak mampu menerima tantangan itu semua? Tidak mampu membagi waktu dengan keluarga? Mau mencari pekerjaan yang tidak terlalu dinamis dan berubah dengan cepat seperti petani tambak?

"Saya takut dengan antusiasme ini, karena saya tidak tahu how to manage this enthusiasm", ungkapnya datar...



Kemang 20th July 2009, 4am WIB

~ 3 komentar: ~

simahir says:
at: 13 Agustus 2009 pukul 03.41 mengatakan...

Antusiasme itu sangat baik, tetapi jika berlebihan kerap mendatangkan kekecewaan..Mungkin pada kasus ini orang tersebut hanya tidak siap dengan konsekwensi antusiasme nya.. yaitu KECEWA.

Unknown says:
at: 19 Agustus 2009 pukul 09.39 mengatakan...

hahhaah... sepertinya begitu sob...

Maw says:
at: 21 Juni 2011 pukul 21.17 mengatakan...

iyah kadang sebuah obsesi bisa membuat otak kita dipenuhi dengan pikiran tsb... sampai2 melupakan orang2 sekitar terlebih lagi keluarga...
so, jangan berlebihan..
bukankah Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.. ada ayatnya gitu... luppa...

~apa kabar jon? :D

+

Labels

The Owner

Foto saya
Seorang laki-laki yang baru belajar menulis

Blogroll

About