“Apakah kamu tahu berapa tinggi monas?,” tertulis dalam inbox sms ku, baru saja. “Siapa nih?, “ pikirku sebelum sempat aku balas sms itu. Aku benar-benar penasaran, saat ini sudah pukul 9 malam. Aku mulai bingung, jangan-jangan dia memang butuh informasi ini? Tapi mengapa aku yang dia pilih? Dan yang pasti, saat ini aku juga tidak tahu berapa tinggi monas! “ Jangankan tinggi monas, harga tiket masuk monas saja aku tidak tau,” kataku dalam hati.
Pesan pendek ini dikirim oleh seseorang yang sama sekali tidak aku kenal. Aku semakin penasaran, jangan-jangan dia benar-benar membutuhkan informasi ini. Tapi bagaimana aku dapat mengetahui jawaban dari pertanyaan itu. “Kamu kenapa si fa? Dari tadi lihat hape terus? Bukannya di tonton tuh film, bagus tau..,” tegur Vienna yang nampaknya mulai terusik olehku. Aku tetap bergeming memandangi kotak oval berwarna hitam yang memiliki layar kecil yang menyimpan begitu banyak pertannyaan. “Siapa sih dia? Sepertinya dia benar-benar membutuhkan informasi ini? Tapi terus..?,” aku semakin kehabisan kata-kata untuk merangkai pertanyaan demi pertanyaan ini.
Pesan pendek ini semakin menggelitik perhatianku. Film yang sedang diputar pada layar yang memiliki tinggi hampir setinggi rumahku pun aku acuh kan. “Bagaimana bila kubalas sms ini, tapi apa yang harus aku tulis? Maaf anda salah sambung, atau maaf, aku tidak tau, atau…?,” keraguan mulai meliputi seluruh isi kepala ini. Aku benar-benar ragu malam ini, ada ketidakyakinan akan segala tindakan yang sedang aku pikirkan. “Kamu dapat sms yah, dari siapa fa? Coba sini aku lihat,” tukas Vienna. Dengan cekatan, jari-jari lentiknya menyambar hapeku, kemudian mengutak-atik seenak hatinya.
“Kamu tau siapa yang mengirim pesan pendek ini?,” tanya Vienna padaku. Aku menggelengkan kepala tanpa mengeluarkan sepatah katapun dari mulutku. “Ah, paling orang iseng, sudah gak usah digubris, diam kan saja fa, “ pintanya kepadaku. Namun aku masih terdiam, kemudian ku ambil kembali hape itu dari tangannya. Rasa penasaran masih merambat erat di sekitar wajahku, “maaf aku tidak tahu, siapa ini?” Dan pesan itu menuju seseorang misterius yang bertanya tentang hal membingungkan itu.
Aku terbangun saat matahari telah lelah melihat bumi dan meninggalkannya. Yah, sekarang sudah pukul 19.00, Magrib sudah hampir lewat, untung saja belum masuk saat sholat Isya. Bergegas aku mengambil wudhu, dan melaksanakan sholat. Di dalam pikiranku masih berputar-putar tentang pesan pendek yang kuterima semalam. Tak ada balasan lagi darinya, mungkin benar apa yang dikatakan Vienna, “mungkin ini hanya sms nyasar, …”
“Tok-tok…,” tepat pukul 11 malam hape ku berbunyi. “Duh, siapa yang mengirimkan pesan pendek malam-malam seperti ini?,” tanyaku dalam hati. “Kutipan hari ini: Mimpi adalah jawaban dari pertanyaan yang belum kita ketahui untuk ditanyakan,” tulis pesan pendek itu. Yah, lagi-lagi dari seseorang yang tidak dikenal itu. Aku semakin bingung, apa maksud dari semua ini? Untuk apa ia lakukan ini semua?
Dengan sigap aku bangun dari tempat tidur kamar kostku. Dengan perasaan bingung, aku menuju kamar Vienna yang tepat berhadapan dengan kamarku. “Vin… dia sms lagi..,” dengan terengah-engah aku menghampirinya. “Syifa, kamu kenapa? Tenang deh, ada apa sih?,” tanya Vienna sambil menenangkanku. “Dia sms lagi, lihat nih!,” sambil menyodorkan hape hitamku pada Vienna. “Apa sih maunya dia, dibales ga ada respons?,” tanyaku. “Hemm, lucu juga nih smsnya, kalau dia wanita, pasti baik sekali, tapi kalau dia laki-laki, hem, hehehe..” Vienna malah tertawa setelah membaca sms itu.
Sudah sebulan ini dia terus mengirimkan pesan pendek. Dan semuanya selalu diawali dengan “kutipan hari ini.” Ada perasaan senang saat menerima pesan itu, bukan saja menambah motivasiku dalam hidup. Namun juga merasa bahwa ada orang lain, meski tidak aku kenal tetapi selalu memperhatikanku. Setiap sms yang ia kirim selalu aku balas, namun tidak pernah ada komunikasi secara langsung dari dia.
Namun, terkadang ada rasa penasaran besar yang tidak mau lepas dari kepalaku. Penasaran yang lebih dari sebulan ini terus menusuk sisi kesadaranku. “Siapa dia? Untuk apa dia lakukan ini semua? Dan kenapa harus aku?”
Hingga tepat hari ke 57 sejak ia pertama kali mengirimkan pesan pendek terus menerus ini, ia merubah bentuk sms itu. “Apa yang akan kamu lakukan pada seekor kupu-kupu tanpa sayap?,” tulis sms itu. Apa maksudnya dia menulis itu, tanyaku dalam hati. Dia semakin misterius, apakah harus ku balas. Apa yang harus aku lakukan pada seekor kupu-kupu tanpa sayap? Yang aku tahu, itu sama saja membunuh sang kupu-kupu. Setengah hidup kupu-kupu itu telah hilang.
“Setengah hidup kupu-kupu itu telah hilang, dan apa yang ku lakukan? Menyelimutinya dan merawatnya bersamaku,” tulis sms yang kubalas padanya. Dia tidak menjawab, tapi tepat pukul 00.00 WIB dia menelponku. Aku panik, takut, bingung, penasaran, gundah, dan sejuta rasa tidak menyenangkan menusukku saat ini. Apa yang harus aku lakukan?
“Aku kupu-kupu tak bersayap itu, dan kau sekuntum bunga yang seharusnya aku hampiri, tapi tanpa sayap apa yang bisa aku lakukan,” sebut seorang pria bersuara berat, agak tersendat dan mungkin berusia sekitar 20-30-an tahun. Aku benar-benar terdiam, “aku tidak tahu apa maumu, dalam 2 bulan terakhir kau sudah menghampiriku meski tanpa sayap. Apakah kau memang hanya bergantung dengan sayap mu atau kau punya sayap baru di hatimu yang seharusnya lebih kuat mengantar mu pada sekuntum bunga,” jawabku. Dan menjadi akhir hubunganku dengan kupu-kupu tak bersayap, yang kurasa sedang tersesat.
Sabtu, 09 Agustus 2008
~ 0 komentar: ~
Posting Komentar